PICTURE

PICTURE

Buletin Edisi Terbaru : Ramadhan, Rasakan Kehadirannya Mulai Sekarang




Aroma Ramadhan semakin terasa
Bulan melipatgandakan pahala kian dekat
Tak seorang pun yang tak merindukanmu
Duhai kekasih kaum muslimin

Ramadhan sebentar lagi. Bagi kaum muslimin pecinta sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, Ramadhan akan selalu dirindukan dan dinantikan untuk segera dipertemukan. Rasa rindu itu tergambar dengan semangat yang tak terkira untuk menyambutnya baik persiapan mental, ilmu, terlebih lagi persiapan ruhiyah. Olehnya itu, pantaslah jika syiar Ramadhan sudah tercium sejak bulan Rajab, bahkan bulan-bulan sebelumnya. Semoga kaum muslimin tidak kalah dengan iklan sirup yang beberapa bulan sebelum Ramadhan sudah mulai juga bermunculan tak mau kalah, seakan menunjukkan eksistensinya sebagai salah satu kebutuhan selama Ramadhan.

Salah satu bentuk persiapan menuju Ramadhan adalah dengan menghadirkan tekad yang kuat agar Ramadhan mendatang lebih baik. Untuk itu sebelumnya harus ada muhasabah dalam diri akan ketidakmaksimalan ibadah Ramadhan sebelumnya. Bukan pesimis akan Ramadhan tahun lalu, tapi sebagai seorang muslim, bukankah kita menginginkan setiap hari itu lebih baik dari sebelumnya?

Seorang hamba yang melakukan perjalanan menuju Allah, ada di antara sikap untuk selalu menyaksikan apa saja karunia yang Allah berikan padanya. Sementara di sisi lain, ia juga membandingkan antara karunia itu dengan kekeliruan yang dilakukan oleh jiwa di dalam amalnya.”

Apa yang kita harus renungkan lebih dalam dari ucapan Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah itu? Memulai pertaubatan menyeluruh, sangat baik bila diawali dengan perenungan tentang kesyukuran atas karunia dan nikmat Allah. Perenungan yang akan memberi gambaran perilaku yang masih sangat jauh dari yang seharusnya sehingga mengantarkan kita untuk bertaubat kepada Allah dengan sebenarnya taubat.

Bukan sekadar berkata, “saya bertaubat” dan semuanya selesai, tapi harus ada kesungguhan  dalam berupaya dan kejujuran untuk mengakuinya. Renungkanlah sudah berapa Ramadhan kita lewat dalam pergantian masa usia kita? Sudah seberapa sering perencanaan untuk memaksimalkan Ramadhan justru berantakan karena ulah kita sendiri? Mengapa selalu saja kita gagal dalam memanfaatkan kesempatan dan fasilitas yang Allah berikan? Berapa kali Ramadhan berlalu, namun belum ada jaminan dosa-dosa kita diampuni. Sudahkah kita menjumpai lailatul qadr pada Ramadhan-Ramadhan lalu?

Orang-orang shalih selalu merindukan bulan Ramadhan. Mereka bahkan memiliki gemuruh rindu hingga berharap sepanjang tahun adalah Ramadhan. Meski jaraknya masih jauh namun aromanya senantiasa tercium. Di antara mereka ada yang mengatakan, “Rajab adalah bulan menanam, Sya’ban bulan menyiram. Ramadhan adalah bulan saat pohon berbuah.” Bila engkau ingin memetik buah di bulan Ramadhan, engkau harus menanamnya di bulan Rajab dan menyiraminya di bulan Sya’ban.

Saudariku, mari belajar dari sekarang, jangan menunggu fajar pertama di bulan Ramadhan terbit lalu memulai. Sebab separuh keberhasilan telah kita miliki dengan persiapan. Mempersiapkan segala sesuatunya untuk memaksimalkan Ramadhan bukan hanya secara lahiriyah meski hal itu juga penting namun yang tak kalah penting adalah kesiapan ruhiyah  agar kita tidak termasuk dalam golongan yang Rasulullah kabarkan dalam sabdanya,

“Betapa banyak orang yang berpuasa, bagian yang ia dapatkan (hanyalah) lapar dan dahaga.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Saudaraku, mari mengambil pelajaran dari ucapan Anas bin Nadhar Radhiyallahu’anhu, beliau bukan sahabat yang terlibat dalam perang Badar, lalu beliau mendengarkan firman Allah, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, yang berhijrah, yang berjihad di jalan Allah, mereka itu adalah orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 218). Ada kecemburuan yang mengguncang jiwanya hingga ia berkata, “Demi Allah, seandainya Allah menjadikanku hadir dalam satu peperangan, pasti Allah akan melihat apa yang kulakukan.” Anas bin Nadhar Radhiyallahu’anhu akhirnya disempatkan oleh Allah untuk terlibat dalam peperangan yakni perang Uhud dan di sana beliau benar-benar menunjukkan tekadnya yang begitu kuat hingga Allah menjadikan beliau sebagai syuhada’ yang gugur di perang Uhud.

Mari mengaitkan kisah itu dengan tekad yang harus kita miliki di bulan Ramadhan. Menjadi sunnatullah bila anak Adam bertekad melakukan suatu kebaikan akan muncul bisikan atau anggapan yang membuat semangatnya melemah. Secara logika, tiap bisikan argumen itu dibenarkan namun ketahuilah ia datang dari setan yang tidak senang kepada manusia yang hendak melakukan perbaikan apalagi amal shalih.

Muhammad Husein Ya’qub dalam kitab Asrar Muhibbin fi Ramadhan, mengatakan, “Tiga prinsip yang dilakukan para salafushshalih dalam mempersiapkan diri menyongsong Ramadhan yaitu obsesi yang tinggi, jangan beralasan, lakukan segera.”

Ibarat menyongsong sebuah peperangan, suasana menjelang Ramadhan adalah fase melewati persiapan yang sangat serius. Menata seluruh perbekalan, mempersiapkan kekuatan mental. Persiapan menyambut Ramadhan itu harus dilakukan sekarang dan jangan pernah mundur kembali. Lakukan dan jangan pernah menunda. Berhenti mengatakan, “Saya akan mencoba, saya akan menunggu waktu yang tepat.” Lakukan sekarang. Persiapkan sekarang.

Saudariku, sampainya Ramadhan itu adalah kenikmatan. Ibarat penantian hujan dalam panjangnya masa kemarau. Dahulu ada dua orang yang masuk Islam di hadapan Rasulullah. Tidak lama kemudian salah satu dari keduannya gugur syahid dalam peperangan. Sementara yang satu lagi, wafat di tahun selanjutnya. Thalhah bin Ubaidillah bermimpi dan mengatakan, “Dalam mimpi aku melihat yang meninggal belakangan yang lebih dahulu dimasukkan ke surga sebelum yang mati syahid.” Lalu esok harinya Thalhah menyampaikan mimpinya itu kepada Rasulullah. Rasul bersabda, “Bukankah yang meninggal belakangan itu telah berpuasa di bulan Ramadhan dan shalat 6.000 rakaat ini dan itu, lalu juga melakukan shalat sunnah?” Dalam riwayat lain Rasulullah mengatakan, “Bukankah ia telah memasuki bulan Ramadhan dan ia berpuasa. Lalu ia puasa dan sujud dalam satu tahun itu?” Lalu Rasulullah mengatakan, “Sesungguhnya jarak antara keduanya lebih jauh dari jarak antara langit dan bumi.” (HR. Ahmad).

Apakah jika usia kita sampai ke bulan Ramadhan, kita siap menjadikan karunia Allah itu dengan amal-amal yang mengantarkan kita kepada ridha-Nya?

Wallahu al-Hadi ila aqwami ath-thariq
           


1 komentar:

TULIS KOMENTAR DAN PERTANYAAN ANDA DI SINI...