Ketika ada kemauan mengejar target sesuatu, kadang terbayang cara-cara yang jelimet. Sulit. Dan akhirnya tidak terjangkau. Begitu pun dalam mengejar ilmu pengetahuan. Yang biasa terbayang adalah kursus, beli referensi, privat, dan bentuk program lain yang enak dilalui tapi sulit ditempuh. Apalagi berhubungan dengan biaya. Padahal, pintu ilmu yang paling dasar adalah membaca. Dan persoalan membaca tidak melulu berhubungan dengan biaya. Memang, buku di Indonesia masih tergolong mahal. Tapi, masih banyak cara agar membaca tidak menyedot isi kantong. Bisa lewat perpustakaan, patungan beli buku bersama teman, diskusi majalah, dan sebagainya.
JIKA
masih PUNYA KESEMPATAN,
TUNTUTLAH ILMU !!!
“Siapa merintis jalan mencari ilmu,
maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (Muslim)
Ada
posisi khusus untuk mereka yang berilmu
Ada
kemuliaan tersendiri yang Allah berikan buat orang yang berilmu. Di dunia dan akhirat. Ia bisa lebih mulia dari
mereka yang banyak harta dan tinggi jabatan. Bahkan, lebih mulia dari ahli
ibadah sekalipun. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam.
bersabda, “Kelebihan seorang alim
(ilmuwan) terhadap seorang ‘abid (ahli ibadah) ibarat bulan purnama terhadap
seluruh bintang.” (Abu Dawud)
Bahkan,
Alquran menjelaskan bahwa orang yang paling takut pada Allah adalah para ulama.
Tentunya, mereka yang memahami kebesaran dan kekuasaan Allah subhanahuwata’ala “…Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah
ulama…” (Fathir: 28).
Begitu
tingginya penghargaan buat mereka yang berilmu. Khusus mereka yang tergolong
pakar dalam Alquran, ada kemuliaan tersendiri. Dan kemuliaan itu mereka dapat
saat bertemu Allah kelak di hari pembalasan.
Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda, “Seorang mukmin yang pandai
membaca Alquran akan bersama malaikat yang mulia lagi berbakti….” (Bukhari
dan Muslim)
Dalam
hadits lain Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam
mengatakan kepada Abu Dzar, “Wahai Abu Dzar, kamu pergi mengajarkan ayat dari
Kitabullah lebih baik bagimu dari shalat (sunnah) seratus rakaat. Dan, pergi
mengajarkan satu bab ilmu pengetahuan, dilaksanakan atau tidak, itu lebih baik
dari shalat seribu rakaat.” (Ibnu Majah)
Seperti
apapun kita hidup, tak ada yang tanpa ilmu
Hidup dan pengetahuan nyaris tak bisa dipisahkan. Sulit
membayangkan jika kehidupan ditelusuri tanpa pengetahuan. Ruang-ruang kehidupan
menjadi begitu gelap. Dan jalan yang akan ditempuh pun tampak bercabang-cabang.
Itulah kenapa Islam mewajibkan umatnya menuntut ilmu. Rasulullah saw.
mengatakan, “Menuntut ilmu wajib buat
tiap muslim (laki dan perempuan).” (Ibnu Majah). Dari situ bisa dipahami
bahwa Islam menginginkan umatnya hidup bahagia. Dunia dan akhirat. Karena tak
satu kebahagiaan pun di dunia ini yang bisa diraih tanpa ilmu. Mulai dari
profesi yang menghasilkan uang, hingga pada pengokohan status hidup sendiri.
Keberadaan sebuah keluarga misalnya, sulit bisa harmonis jika tanpa ilmu seni
berkeluarga. Begitu pun pada yang lain: sebagai manusia, mukmin, warga negara,
dan warga dunia. Jika status-status ini tidak disertai ilmu, orang akan menjadi
korban pembodohan dan penzaliman. Belum lagi persiapan menyongsong kehidupan
akhirat. Tentu lebih banyak butuh ilmu. Karena kehidupan tak lain sebagai
ladang amal buat akhirat. Gagal hidup di dunia bisa menggiring kecelakaan di
akhirat. Na’udzubillah.
Jika mau, selalu ada cara
Persoalan sukses-tidaknya seseorang mencari ilmu ternyata
bukan sekadar masalah biaya. Bukan juga kesempatan. Tapi, lebih pada kemauan. Inilah kendala berat
siapa pun yang ingin sukses.
Rasulullah
saw. mengajarkan para sahabat untuk selalu berlindung pada Allah dari sifat
malas. “Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari rasa sesak dada dan gelisah, dari
kelemahan dan kemalasan….”
Inilah di antara penyakit mental umat Islam saat ini yang
sangat bahaya. Malas bukan hanya merugikan diri si pelaku, melainkan juga orang
lain. Bisa anggota keluarga, bawahan, dan lain-lain. Karena malas, seseorang
atau sebuah kumpulan masyarakat bisa kehilangan momentum perubahan yang Allah
pergilirkan. Dalam pola konsumsi misalnya, orang lebih senang mengalokasikan
uangnya buat jajan ketimbang ilmu. Harga bakso di Makassar bisa lima kali harga
koran. Tapi, tetap saja tidak sedikit yang lebih memilih bakso daripada
menyisihkan dana jajannya buat pengetahuan.
Jangankan yang dengan biaya. Majelis taklim mana di
Indonesia yang ikut harus dengan biaya. Semua
gratis. Dapat ilmu, pahala, bahkan hidangan konsumsi; tapi tetap saja
majelis taklim sepi peminat. Jadi, yang mahal dalam modal perubahan adalah
kemauan. Dari sinilah Allah memberikan jalan keluar. Maha Benar Allah dalam
firman-Nya, “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada
mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang
yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 69)
Semoga dengan membaca artikel ini, ada kemauan yang besar
dalam diri untuk menuntut ilmu. AYO ber-LOMBA-LOMBA dalam ke-BAIK-an ^_^ . . .
.
Jika masih ada kesempatan, singgahlah dimajelis-majlis
ilmu….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TULIS KOMENTAR DAN PERTANYAAN ANDA DI SINI...